Yang Saya Ulang, Tapi Tidak Saya Hayati

Saya tengah go through semula the old Loveletters of Aida Azlin, dan came across loveletter yang dihantar pada Ramadan yang lalu. Tajuknya;

Are you making Du'as? Or just reading Du'as?

And I had to ask myself…
Selama ni, doa-doa yang saya baca — especially lepas solat — am I actually asking?
Or am I just repeating?

Kebanyakan masa, saya ikut hafalan.
Bahasa Arab yang saya tak faham sepenuhnya.
Sujud pun kadang-kadang pendek — “Ya Allah, permudahkan urusan,” and that’s it.

It’s sincere.
Tapi terlalu umum. Terlalu selamat.

I think masa yang kita betul-betul 'feel' untuk minta apa yang kita harapkan adalah bila dalam keadaan despreate, dan rasa there is nothing to lose. 

And that’s the thing —
Why do we wait until we’re at rock bottom to really cry out to Him?

Why do we whisper names only when we fear losing them?
Why do we become specific only when we’re scared, broken, or at the end of the rope?

Padahal… Allah always listens.
Even when our voice is steady. Even when we’re not crying.

Maybe it’s time I start speaking to Him the way I would when I’m in need —
Because sebenarnya, kita sentiasa in need of His mercy and love and guidance. 
Without Him, we would not even exist.

Aida also shared two ways untuk bahagikan doa-doa kita:

1. Gunakan sujud sebagai prompter doa: contoh, sujud semasa Rakaat 1: fokus doa tentang perkara-perakara yang kita syukuri, sujud dalam Rakaat 2: fokus doa untuk dekatkan diri dengan Rasulullah s.a.w.

like so.

2. Gunakan jari sebagai prompter doa: Ibu jari - doa kepada mereka yang dekat dengan kita, our loved ones; jari telunjuk - doa supaya kita ditunjukkan jalan yang lurus....and so forth untuk jari-jari yang lainnya.

Maybe i should try this. 
to help to be more mindful dalam setiap permintaan.